Sengketa perbatasan wilayah bukanlah hal baru di Indonesia, namun ketika menyangkut kepemilikan pulau, situasi menjadi lebih sensitif. Itulah yang terjadi antara Provinsi Aceh dan Sumatera Utara (Sumut), yang berseteru atas kepemilikan empat pulau di wilayah perairan yang berbatasan langsung. Empat pulau itu adalah Pulau Mangkir Besar, Pulau Mangkir Kecil, Pulau Lipan, dan Pulau Panjang.
Polemik ini menjadi hangat setelah munculnya peta baru dari Kemendagri yang mengindikasikan bahwa pulau-pulau tersebut berada dalam batas administrasi Sumatera Utara. Pihak Aceh merasa keberatan karena mengklaim bahwa secara historis, geografis, dan administratif, pulau-pulau itu termasuk ke dalam wilayah Aceh, tepatnya Aceh Singkil.
Situasi tersebut memunculkan kekhawatiran akan konflik horizontal dan ketegangan politik, hingga akhirnya dua tokoh penting dari masing-masing wilayah—Muzakir Manaf dan Bobby Nasution—mengambil inisiatif untuk duduk bersama dan mencari titik temu.

1. Latar Belakang Sengketa Empat Pulau
Sengketa dimulai dari ketidaksesuaian antara peta yang dirilis Kemendagri dengan peta administratif versi Pemerintah Aceh. Dalam peta Kemendagri terbaru, keempat pulau tersebut berada dalam garis wilayah Sumatera Utara, tepatnya Kabupaten Tapanuli Tengah. Sementara pihak Aceh bersikeras bahwa pulau-pulau itu milik Kabupaten Aceh Singkil.
Faktor-Faktor Penyebab Sengketa:
- Kesalahan administrasi peta nasional
- Kurangnya koordinasi antara pusat dan daerah
- Tumpang tindih data geografis antara BPN dan Kemendagri
- Sejarah pengelolaan wilayah yang kabur sejak Orde Baru
Pulau-pulau tersebut selama ini digunakan oleh nelayan Aceh, dan beberapa proyek pembangunan bahkan telah dilakukan di sana dengan anggaran Pemerintah Aceh.
2. Profil Muzakir Manaf dan Bobby Nasution
Muzakir Manaf (Mualem)
Muzakir Manaf adalah mantan Panglima GAM (Gerakan Aceh Merdeka) dan kini dikenal sebagai tokoh politik penting di Aceh. Ia merupakan Ketua Umum Partai Aceh dan dikenal vokal dalam membela otonomi Aceh dan integritas wilayahnya. Ia sering menjadi simbol perjuangan hak-hak daerah dan pemersatu berbagai elemen masyarakat Aceh.
Bobby Nasution
Wali Kota Medan dan menantu Presiden Joko Widodo, Bobby Nasution merupakan figur muda yang penuh semangat. Meski berasal dari Sumatera Utara, Bobby menunjukkan kepedulian terhadap stabilitas antarwilayah dan menjunjung tinggi dialog serta diplomasi. Ia turut terlibat sebagai inisiator dalam penyelesaian sengketa ini dengan pendekatan humanis.
3. Pertemuan Bersejarah di Medan
Pertemuan antara Muzakir Manaf dan Bobby Nasution berlangsung di Medan, dalam suasana tertutup namun penuh kehangatan. Disaksikan oleh perwakilan dari kedua daerah dan sejumlah tokoh masyarakat, pertemuan ini menjadi tonggak penting dalam proses damai sengketa tersebut.
Tujuan utama pertemuan adalah membahas secara langsung sengketa batas wilayah yang menyangkut empat pulau. Muzakir hadir sebagai representasi masyarakat Aceh dan Bobby sebagai tokoh Sumut yang berkepentingan menjaga ketertiban wilayah.
4. Isi Kesepakatan: Mengedepankan Dialog dan Keadilan
Setelah diskusi yang berlangsung selama beberapa jam, keduanya menyepakati sejumlah poin penting yang ditandatangani dalam dokumen bersama. Berikut isi kesepakatan Muzakir Manaf dan Bobby Nasution:
Poin-Poin Kesepakatan:
- Pengakuan terhadap pentingnya stabilitas antarprovinsi sebagai bagian dari integrasi nasional yang harmonis.
- Menyerahkan penyelesaian akhir kepada pemerintah pusat melalui proses verifikasi dan peninjauan ulang oleh Kemendagri dan Badan Informasi Geospasial (BIG).
- Mendorong pembentukan tim gabungan independen yang terdiri dari pakar hukum, geografi, dan perwakilan masyarakat Aceh-Sumut untuk meninjau kembali batas wilayah secara objektif.
- Meminta moratorium atas segala bentuk pembangunan atau eksploitasi di empat pulau sampai penetapan resmi status administratif dilakukan.
- Mengedepankan pendekatan budaya dan persaudaraan dalam menyikapi perbedaan, serta menghindari provokasi di media sosial dan publik.
- Menolak segala bentuk kekerasan atau mobilisasi massa, serta menyerukan agar masyarakat tetap tenang dan tidak terprovokasi.
- Bekerja sama dalam perlindungan ekosistem pulau-pulau sengketa demi kepentingan masa depan bersama.

5. Respons Pemerintah Pusat dan Daerah
Pemerintah pusat melalui Kemendagri menyambut baik kesepakatan ini. Dirjen Bina Administrasi Kewilayahan menyatakan bahwa semangat damai dan dialog adalah cermin kedewasaan demokrasi daerah. Pemerintah pusat berjanji akan meninjau kembali dokumen dan peta batas wilayah yang menimbulkan perbedaan.
Sementara itu, Gubernur Aceh dan Gubernur Sumut turut memberikan pernyataan mendukung, meski tetap menunggu proses hukum dan administrasi yang sah dari pemerintah pusat.
6. Respons Masyarakat Sipil dan Tokoh Agama
Masyarakat di perbatasan Aceh dan Sumut sempat khawatir konflik ini akan meluas, terutama karena perdebatan di media sosial menjadi sangat panas. Namun kesepakatan damai ini menjadi angin segar.
Tokoh agama, LSM, dan akademisi menyambut baik langkah Muzakir dan Bobby. Menurut mereka, konflik batas wilayah harus diselesaikan melalui data, dialog, dan bukan emosi.
7. Ancaman di Balik Sengketa Wilayah: Politik dan Sumber Daya
Sengketa wilayah bukan hanya soal batas administratif, tetapi juga berkaitan dengan potensi ekonomi. Empat pulau yang disengketakan disebut memiliki kekayaan laut dan potensi wisata yang besar. Inilah yang membuatnya menjadi rebutan secara tidak langsung.
Kekhawatiran akan “penunggangan politik” juga muncul. Ada pihak-pihak yang disebut ingin memanfaatkan situasi untuk kepentingan elektoral, terutama menjelang Pilkada 2024. Namun dengan adanya kesepakatan damai, pintu untuk politisasi bisa ditutup.
8. Tantangan Selanjutnya: Implementasi dan Penegakan
Kesepakatan damai adalah awal, bukan akhir. Tantangan berikutnya adalah bagaimana memastikan semua pihak mematuhi hasil pertemuan dan tidak melanggar kesepakatan.
Beberapa tantangan yang harus dijawab:
- Apakah pemerintah pusat benar-benar akan merevisi peta?
- Bagaimana pengawasan terhadap aktivitas di pulau sengketa?
- Apakah aparat lokal di lapangan patuh terhadap moratorium?
Muzakir dan Bobby diharapkan tetap mengawal proses ini hingga tuntas.
9. Pelajaran dari Kasus Ini: Perlunya Reformasi Pemetaan Wilayah
Sengketa Aceh-Sumut ini memperlihatkan kelemahan dalam sistem pemetaan wilayah Indonesia. Masih banyak daerah yang tidak memiliki kejelasan batas administratif, baik darat maupun laut.
Pemerintah pusat perlu segera:
- Menyusun ulang peta wilayah berbasis teknologi geospasial terbaru.
- Melibatkan masyarakat adat dan pemangku kepentingan lokal dalam verifikasi wilayah.
- Mengintegrasikan data dari BPN, BIG, Kemendagri, dan TNI AL untuk keakuratan batas.

10. Kesimpulan: Damai sebagai Jalan Tengah
Kesepakatan antara Muzakir Manaf dan Bobby Nasution menunjukkan bahwa penyelesaian konflik tidak harus selalu melalui meja pengadilan atau aksi massa. Dialog, kesadaran sejarah, dan penghormatan terhadap data adalah solusi terbaik dalam menjaga kedaulatan dan persatuan.
Di tengah meningkatnya ketegangan di berbagai wilayah Indonesia, pertemuan dua tokoh ini menjadi contoh bahwa politik yang santun dan berorientasi pada kepentingan rakyat masih mungkin terjadi.
Pulau-pulau itu mungkin kecil secara ukuran, tetapi besar dalam arti simbolis. Ia adalah lambang identitas, martabat, dan kedaulatan. Dan dalam menjaga itu semua, damai harus tetap jadi pilihan pertama.
Baca Juga : Jerome Kurnia dan Billy Davidson Puji Suasana Lokasi Syuting Sinetron Luka Cinta Terbaik, Apa Alasannya?